KECANDUAN
TERHADAP INTERNET
DAN
CARA
MENGATASI KECANDUANNYA
Manusia
dan Internet merupakan sebuah interaksi yang sangat melekat pada masa kini,
manusia sangat membutuhkan internet untuk kebutuhan sehari-hari. Internet
sangat universal untuk interaksi manusia baik untuk pekerjaan, tugas sekolah
atau kuliah, maupun komunikasi untuk kepentingan pribadi. Internet kini sangat
mudah diakses dan terjangkau untuk kalangan masyarakat bawah hingga atas, semua
orang bisa dengan mudah mengakses internet kapan saja serta dimana saja. Internet sangat berpengaruh terhadap
pekerjaan, karena internet memang sangat menguntungkan untuk penggunanya.
Teknologi internet sangat mempengaruhi perilaku manusia, dimana teknologi ini
dapat menghubungkan antara satu computer dengan computer lain dibelahan dunia lain. Penggunaan internet
sebagai salah satu cara untuk mengburangi loneliness . pada individu yang
mengalami loneliness apabila ia banyak menghabiskan waktu banyak waktu
sendirian di depan computer baik di kantor maupun dirumahnya maka orang
tersebut akan menyediakan waktu lebih sedikit untuk hubungan tatap muka di
dunia nyata dan mengurangi kesempatannya untuk berinteraksi dengan orang lain.
Sejak
dikembangkannya perangkat lunak Netscape pada awal dekade 1990‐an,
internet menjadi bagian dari gaya hidup baru di seluruh dunia. Perangkat lunak
tersebut memungkinkan para pengguna internet yang semula berbasis teks (text‐based
internet) untuk beralih menikmati kecanggihan pertukaran informasi berbasis
gambar (graphic‐based internet). Perkembangan
perangkat keras dan perangkat lunak komputer berbasis gambar yang sangat pesat
menjadikan pengguna jasa internet menjadi semakin dimanjakan dengan tampilan,
isi informasi, fasilitas, serta unjuk kerja internet.
Pengguna internet dapat memanfaatkan perangkat
lunak webbrowsing untuk mengakses beraneka ragam informasi. Keragaman informasi
inilah yang tampaknya menjadikan mereka tahan berlama‐lama
di depan komputer. Mereka dapat melakukan browsing beragam informasi dari yang berkaitan
dengan pekerjaan, pendidikan, hobi, bisnis, dan bahkan situs yang dikategorikan
sebagai kegiatan yang dianggap negatif seperti misalnya, cybercrime (hacking,
cracking, dan carding), internet gambling, dan cybersex atau cyberporn.
Sebagian dari para pengguna juga menggunakan internet untuk melakukan surat‐menyurat
(e‐mail), diskusi kesejawatan
melalui fasilitas mail list (news group), chatting atau ngobrol dengan
cyberfriends, dan melakukan teleconferencing melalui vasilitas VOIP (voice over
internet protocol). Keragaman dan kemudahan yang ditawarkan internet menjadikan
curahan waktu untuk menggunakannya menjadi semakin meningkat. Peningkatan
curahan waktu dan penggunaan internet yang sangat intensif ini menimbulkan
berbagai permasalahan yang di kalangan para ahli psikologi dikenal antara lain
sebagai kecanduan internet (internet addiction). Sebagai sebuah topik kajian
yang relatif baru, istilah kecanduan internet atau internet addiction
memperoleh tanggapan yang serius dari kalangan akademik setelah istilah tersebut
dimunculkan oleh Kimberly Young pada tahun 1996 (Young, 1999). Meskipun pada periode
sebelumnya telah banyak perhatian para ahli psikologi untuk mengkaji masalah
interaksi antara komputer dengan manusia (humancomputer interaction), namun
kontroversi timbul justru karena digunakannya istilah addiction (kecanduan)
oleh Young. Pada saat dimunculkan itu, kata itu cenderung diartikan sebagaimana
Chaplin (1975) dua dekade sebelumnya mendifinisikan addiction di dalam
Dictionary of Psychology sebagai the state of being physically dependent upon
drug Dengan demikian kata addiction lebih sesuai untuk diterjemahkan sebagai kecanduan.
Kecanduan sebagai kata bentukan di dalam bahasa Indonesia digunakan untuk
menunjukkan suatu keadaan dimana seseorang mengalami ketergantungan kepada
candu (opium). Penggunaan istilah kecanduan di dalam bahasa Indonesia tersebut
memiliki kesamaan dengan konsep addiction yang digunakan di dalam bidang
psikiatri yang lebih dikenal sebagai Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorder atauDSM‐IV
(American Psychiatric Association,1995) dan sama pula dengan difinisi Chaplin
(1975). Pada prinsipnya, addiction berkaitan dengan ketergantungan seseorang
terhadap substance atau zat yang merugikan tubuh (substance abuse). Sebagai
sebuah istilah, kata ‘ketergantungan’ lebih sering digunakan di dalam
percakapan sehari‐hari dibandingkan dengan kata
‘kecanduan’. Ketergantungan, atau di dalam bahasa Inggris bersinonim dengan
kata ‘dependence’, dianggap lebih sesuai untuk menggambarkan kondisi seseorang
yang mengalami dependensi terhadap zat‐zat adiktif.
Davis (2001a) pun memaknai kecanduan (addiction) sebagai bentuk ketergantungan
secara psikologis antara seseorang dengan suatu stimulus, yang biasanya tidak
selalu berupa suatu benda atau zat. Di dalam DSM‐IV
tidak digunakan kata atau istilah addiction untuk menggambarkan penggunaan secara
patologis atau berlebihan pada suatu stimulus. DSM‐IV
menggunakan istilah dependence untuk kecanduan pada suatu
stimulus secara pathological, misalnya ketergantungan untuk berjudi.
METODE
PENELITIAN
Populasi dalam
penelitian ini adalah Mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan UNNES Semester 5 tahun
2010/2011 sejumlah 639 mahasiswa. Subjek penelitian ditetapkan untuk diambil
10% secara random sebagai sampel dari populasi yang berjumlah 639 mahasiswa
yaitu 65 mahasiswa dengan menggunakan teknik proportional sampling.
Pengumpulan data
dalam penelitian ini menggunakan skala self control dengan aitem yang dibuat
adalah 50 item dari aspek behavioral control, cognitive control, decisional
control. Skala kedua yaitu skala internet addiction yang dibuat adalah 51 aitem
dari aspek compulsive use, loss of control, continued use despite adverse
consequences. Alternatif jawaban yang tersedia ada empat, yaitu Sesuai (SS), Sesuai
(S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Self control
diukur dengan skala Self control dengan koefisien reliabilitas sebesar 0,850.
Skala self control terdiri dari 31 aitem valid dengan rentang koefisien
validitas dari 0,252 sampai dengan 0,680. Internet addiction di ukur dengan
menggunakan skala internet addiction. Skala internet addiction mempunyai
koefisien reliabilitas sebesar 0,868. Skala internet addiction terdiri dari 33
item valid dengan rentang koefisien validitas dari 0,267 sampai dengan 0,731.
Uji korelasi menggunakan teknik korelasi product moment yang dikerjakan
menggunakan bantuan program SPSS 12.0 for windows. Hasil penelitian menunjukkan
variabel self control tergolong rendah dengan persentasi 93,85%, berrati bahwa
mahasiswa kurang mampu mengontrol perilaku, mengambil keputusan atau suatu
tindakan yang cukup baik terhadap internet. Variabel internet addiction
tergolong tinggi dengan persentasi 96,92%, hal ini berarti mahasiswa mengalami
kecanduan dalam berinternet, yang ditandai dengan mahasiswa selalu tertuju pada
internet, kurang dapat dalam mengontrol penggunaan internet. Hasil penelitian
menunjukkan ada hubungan negatif antara self control dengan internet addiction
pada mahasiswa FIP semester 5 UNNES,. Hal ini ditunjukkan dengan hasil korelasi
product moment r = -0,752 dengan signifikansi atau p = 0,000 dimana p <
0,01.
Hasil penelitian
tersebut sesuai dengan hipotesis yang diajukan bahwa terdapat hubungan negatif
antara self control dengan internet addiction pada mahasiswa FIP semester 5
UNNES. Semakin rendah self control maka semakin tinggi internet addiction.
Terujinya hipotesis dalam penelitian ini disebabkan oleh tingginya pemakaian
internet secara berlebihan, sehingga dalam mengendalikan perilaku kurang baik
atau rendah. Pengguna internet yang mempunyai self control yang tinggi akan
mampu memandu, mengarahkan dan mengatur perilaku online. Kebiasaan
didefinisikan sebagai suatu bentuk perilaku otomatis kurang kesadaran,
perhatian, intensionalitas, dan / atau pengendalian. Namun, empat dimensi
tersebut adalah independen (Saling & Phillips, 2007). Jadi individu mungkin
sangat menyadari perilaku online yang berlebihan dan bahkan berniat untuk
menghentikan, tapi masih bisa dikatakan memiliki kebiasaan berdasarkan perilaku
kurangnya pengendalian, atau kekurangan reaksi diri dalam hal ini. Demikian
juga, individu mungkin kurang kesadaran, perhatian, atau intensionalitas tapi
masih merasa mengendalikan perilaku media online, atau setidaknya memiliki
kegagalan dalam mengontrolnya (Young, 1996:65).
Self control
yang dimiliki oleh mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan semester 5 berada pada
kategori rendah dengan persentase 93,85%.
KESIMPULAN
Dari pembahasan jurnal Hardie & Tee dapat
disimpulkan bahwa menurut survei online dari 96 orang dewasa menunjukkan bahwa
berdasarkan kriteria Young (1998) pada Test Kecanduan Internet :
40% dapat diklasifikasikan sebagai pengguna internet
rata-rata.
52% dapat diklasifikasikan sebagai masalah penggunaan
internet yang berlebihan.
8% dapat diklasifikasikan sebagai patologis kecanduan
internet.
Neurotisisme dan dukungan dari jaringan sosial online
adalah prediktor signifikan penggunaan internet yang berlebihan. Pengguna yang
berlebihan ditemukan lebih muda dan kurang berpengalaman dalam menggunakan
komputer dari pengguna rata-rata atau kecanduan.
Dilihat dari tabel 2 (Kepribadian, emosi dan skor
dukungan sosial untuk kelompok pengguna rata-rata, pengguna yang berlebihan dan
pecandu internet) permasalahan internet yang berpengaruh pada psikologis
pengguna yang kecanduan internet adalah masalah neuroticism, selanjutnya
masalah extraversion, lalu kecemasan sosial, kesepian emosional, kesepian
sosial, dukungan sosial, dan terakhir dukungan sosial internet. Untuk
permasalahan pada pengguna internet yang berlebihan, masalah psikologis yang
utama adalah masalah neuroticism, selanjutnya masalah extraversion, lalu
kecemasan sosial, diikuti dengan kesepian emosional, kesepian sosial, dukungan
sosial, dan terakhir dukungan sosial internet.
Penggunaan internet yang berlebihan mencapai
presentase 52% sangat jauh berbeda dengan yang kecanduan internet yang hanya
mencapai 8% saja. Walaupun masalah kecanduan internet hanya mencapai presentase
yang sedikit, tetapi melihat presentase penggunaan internet yang berlebihan
mencapai 52% perlu diperhatikan lagi permasalahan ini, karena kecanduan
internet bermula dari keasyikan kita berlama-lama menggunakan internet, lambat
laun kita akan merasa cemas dengan tidak bermain internet, dan lama-kelamaan
akan menjadi pecandu internet yang sulit lepas dari internet dan berdampak
kurang baik dalam aspek psikologis (neuroticism, extraversion, kecemasan
sosial, kesepian emosional, kesepian sosial, dukungan sosial, dan dukungan
sosial internet).
Waspadalah dengan penggunaan internet yang berlebihan,
karena dapat berdampak pada masalah yang lebih kompleks lagi yaitu bahaya
kecanduan internet. Gunakanlah internet dengan sewajarnya, jangan sampai
penggunaan internet merugikan diri sendiri.
Referensi: