Tugas psikometri
ii
A.
Terapi Humanistik
Eksintensial
Terapi
eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan
kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap
kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia
bertanggung jawab atas dirinya.
Menurut
Kartini Kartono dalam kamus psikologinya mengatakan bahwa terapi eksistensial
humanistik adalah salah satu psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif
individual kemauan bebas, serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah
baru dalam hidup.
Konseling Eksistensial Humanistik berfokus pada situasi
kehidupan manusia di alam semesta, yang mencakup tanggung jawab pribadi,
kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan batin. Usaha untuk menemukan
makna diri kehidupan manusia, keberadaan dalam komunikasi dengan manusia lain,
kematian serta kecenderungan untuk mengembangkan dirinya semaksimal mungkin.
1.
Konsep
dasar pandangan Humanistik Eksistensial tentang perilaku atau kepribadian
Terapi
Eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama
adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu
sistem tehnik-tehnik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Eksistensial
humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang
baik minimal lebih banyak baiknya dari pada buruknya.
Oleh
karena itu pendekatan eksistensial-humanistik bukan suatu aliran terapi, tetapi
pendekatan yang mencakup terapi -terapi yang berlainan yang kesemuanya
berlandaskan konsep - konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.
a. Kesadaran
Diri
Manusia
memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang
unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin
kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada
pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan
secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada
manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis
menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
b. Kebebasan,
tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran
atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi
atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas
keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati
(nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan
individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada
kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan
potensi-potensinya.
c. Penciptaan
Makna
Manusia
itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan
menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi
manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati
sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan
untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab
manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang
bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi,
kerasingan, dan kesepian.
Pendekatan eksistensial humanistik
mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, memberikan gambaran tentang manusia
pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam
proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan
memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial humanistik secara tajam berfokus
pada fakta-fakta utama keberadaan manusia, kesadaran diri, dan kebebasan yang
konsisten.
Menurut
teori dari Albert Ellis yang berhubungan dengan eksistensi manusia. Ia
menyatakan bahwa manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara
biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat sebagai individu sebagai
unik dan memiliki kekuatan untuk menghadapi keterbatasan-keterbatasan untuk
merubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar dan untuk mengatasi
kecenderungan-kecenderungan menolak diri-sendiri.
Manusia
mempunyai kesanggupan untuk mengkonfrontasikan sistem-sistem nilainya sendiri
dan menindoktrinasi diri dengan keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan dan nilai
yang berbeda, sehingga akibatnya, mereka akan bertingkah laku yang berbeda
dengan cara mereka bertingkah laku dimasa lalu. Jadi karena berfikir dan
bertindak sampai
menjadikan dirinya bertambah, mereka bukan korban-korban pengondisian
masa lalu yang positif.
Berdasar
pendapat Ellis diatas, maka dapat diambil pengertian, bahwa setiap individu
mempunyai kemampuan untuk merubah dirinya dari hal-hal yang diterimanya.
Manusia mempunyai kesanggupan untuk mempertahankan perasaannya sendiri dan
dapat memberikan ajaran kembali kepada dirinya melalui keyakinan, pendapat, dan
hal-hal yang penting lainnya. Disini pendekatan eksistensial humanistik adalah
mengembalikan potensi-potensi diri manusia kepada fitrahnya.
Pengembangan
potensi ini pada dasarnya untuk mengaktualisasikan diri klien dan memberikan
kebebasan klien untuk menentukan nasibnya sendiri dan menanamkan pengertian
bahwa manusia pada fitrahnya bukanlah hasil pengondisian atau terciptanya bukan
karena kebetulan. Manusia memiliki fitrah dan potensi yang perlu dikembangkan.
2.
Unsur-Unsur
Terapi Humanistik Eksistensial
a. Munculnya Masalah atau Gangguan
Ketika
kondisi inti manusia mulai berubah, serta serta munculnya kecemasan dan timbul
pemikiran bahwa hidup tidak abadi, tidak dapat mengaktualisasi potensi diri dan
tidak dapat menyadari potensi diri yang dimiliki.
b.
Tujuan
Terapi
1) Agar klien mengalami
keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar atas keberadaan dan
potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak
berdasarkan kemampuannya.
2)Meluaskan kesadaran diri klien
dan meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung
jawab atas arah hidupnya.
3) Membantu klien agar mampu
menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima
kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan
deterministik diluar dirinya.
c. Peran Terapis
Menurut
Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama
yang mencakup hal-hal berikut:
1) Mengakui
pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi.
2) Menyadari
peran dari tanggung jawab terapis.
3) Mengakui sifat
timbal balik dari hubungan terapeutik.
4) Berorientasi
pada pertumbuhan.
5) Menekankan
keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi.
6) Mengakui
bahwa putusan dan pilihan akhir terletak di tangan klien.
7) Memandang
terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan
humanistiknya tentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi
bagi tindakan kreatif dan positif.
8) Mengakui
kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan
tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9)
Bekerja ke arah mengurangi
ketergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.
3. Teknik-teknik
Terapi Humanistik Esistensial
Teknik utama eksistensial humanistik
pada dasarnya adalah penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli
sebagai kondisi perubahan.
Namun eksistensial humanistik juga
merekomendasikan beberapa teknik (pendekatan) khusus seperti menghayati
keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik
(suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik
dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan
makna, dan pertumbuhan pribadi).
Pada saat terapis menemukan
keseluruhan dari diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada
saat yang terbaik. Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling
percaya dan kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis. Proses konseling
oleh para eksistensial meliputi tiga tahap yaitu:
a. Tahap pertama, konselor membantu klien
dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien
diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor
mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka
dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
b. Pada tahap kedua, klien didorong
agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari system
mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi
nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap
pantas.
c. Tahap ketiga berfokus pada untuk
bisa melaksanakan apa yang telah mereka
pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai
barunya dengan jalan yang kongkrit.
Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya
yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang
alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas
penggunaaan kebebasan pribadinya.
Teori
eksistensial-hunianistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara
ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa diambil dari beberapa teori konseling
lainnya. Metode-metode yang berasal dari teori Gestalt dan Analisis
Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis
bisa diintegrasikan ke dalam teori eksistensial-humanistik. Buku The Search for
“Authenticity (1965) dari Bugental adalah sebuah karya lengkap yang
mengemukakan konsep-konsep dan prosedur-prosedur psikokonseling eksistensial
yang berlandaskan model psikoanalitik.
Sesuatu
yang paling dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia
subyektif si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai padapemahaman dan
pilihan-pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu,
dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh darisituasi masa lalu (May
&Yalom, 1989).
Teknik-teknik
yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik,yaitu:
a. Penerimaan
b. Rasa
hormat
c. Memahami
d. Menentramkan
e. Memberi
dorongan
f. Pertanyaan
terbatas
g. Memantulkan
pernyataan dan perasaan klien
h. Menunjukan
sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
i.
Bersikap mengijinkan
untuk apa saja yang bermakna
B.
Person Centered
Therapy (Carl Rogers)
Carl R. Rogers mengembangkan terapi clien centered
sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan- keterbatasan mendasar
dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client centererd adalah cabang
dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut
dunia subjektif dan fenomenalnya.
Pendekatan
client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk
mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Menurut Rogers yang
dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa:’ terapi client centered merupakan
tekhnik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien
dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah
mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai
partner dan konselor hanya sebagai
pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang
sendiri.
Sedangkan
menurut Prayitno dan Erman Amti terapi
client centered adalah klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan
dan pikiran- pikirannya secara bebas.
Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah
pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasinya maslah sendiri.
Jadi
terapi client centered adalah terapi yang berpusat pada diri klien, yang mana
seorang konselor hanya memberikan terapi serta mengawasi klien pada saat
mendapatkan pemberian terapi tersebut agar klien dapat berkembang atau keluar
dari masalah yang dihadapinya.
1. Konsep
dasar pandangan Carl-Rogers tentang perilaku atau kepribadian
Kepribadian
menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus-menerus antara
organism, self, dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian
perlu dibahas tentang dinamika kepribadian sebagai berikut:
a. Kecenderungan
Mengaktualisasi
Rogers
beranggapan bahwa organism manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk
mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya.
b. Penghargaan
Positif Dari Orang Lain
Self
berkembang dari interaksi yang dilakukan organism dengan realitas
lingkungannya, dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi individu.
Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh adalah orang- orang yang bermakna
baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang
secara positif jika dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan,
dan cinta dari orang lain.
c. Person
yang Berfungsi Utuh
Individu
yang terpenuhi kebutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat
dan mengalami penghargaan diri, akan dapat mencapai kondisi yang kongruensi
antara self dan pengalamannya, pada akhirnya dia akan dapat mencapai
penyesuaian psikologis secara baik.
Rogers
membagi Kepribadian menjadi dua bagian, yaitu :
a. Karakteristik
Pribadi Sehat
Pribadi
yang sehat menurut konseling berpusat pada person (Person Centered) adalah:
1) Kapasitas
untuk memberikan toleransi pada apapun dansiapapun.
2) Menerima
dengan senang hati hadirnya ketidakpastian dalamhidup.
3) Mau
menerima diri sendiri dan orang lain.
4) Spontanitas
dan Kreatif.
5) Kebutuhan
untuk tidak dicampuri orang lain dan menyendiri(privacy).
6) Otonomi;
kapasitas untuk menjalin hubungan antar pribad yang mendalam dan akrab.
7) Mempunyai
kepedulian yang tulus pada orang lain.
8) Mempunyai
rasa humor.
9) Terarah
dalam diri sendiri.
10) Mempunyai
sikap terbuka dalam hidup
b. Karakteristik
Pribadi yang Tidak sehat
Karakteristik
Pribadi yang Menyimpang menurut Person Centered adalah:
1) Adanya
ketidaksesuaian antara persepsi diri dan pengalamannyayang riil.
2) Adanya
ketidaksesuaian antara bagaimana dia melihat dirinya(self concept) dan
kenyataan atau kemampuannya
2. Unsur-unsur
Person Centered Therapy(Carl-Rogers)
a. Munculnya Masalah atau Gangguan
Orang-orang
memiliki kencenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan
pemenuhan diri. Gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang
lain menghambat individu dalam perjalanan menuju kepada aktualisasi diri.
b.
Tujuan
Terapi
Menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membatu
klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh.
c.
Peran
Terapis
Membantu
menyesuaikan konsep diri klien dengan seluruh pengalamannya agar pengalaman
tersebut tidak dialami sebagai ancaman terhadap konsep dirinya, tetapi sebagai
sesuatu yang dapat diintergrasikan dalam sebuah konsep diri yang luas. Beberapa
peran yang harus dilakukan oleh seorang terapis person centered:
1) Ada dua orang dalam kontak
psikologis
2) Orang pertama disebut klien, orang
yang mengalami inkongruensi.
3) Orang kedua, disebut konselor,
adalah orang yang kongruen yang dapat mengaktualisasikan dirinya.
4) Terapis memberikan perhatian positif
(unconditional positive regard) dan peduli terhadap klien.
5) Terapis mengalami pemahaman empatik
terhadap ukuran internal klien untuk membentuk sikap atau keputusan dan usaha
untuk mengomunikasikannya dengan klien.
6) Komunikasi klien kepada konselor
yang berupa pemahaman empatik dan penghargaan positif tanpa syarat adalah dalam
rangka pencapaian derajat minimal.
Dalam perspektif Rogers hubungan
klien berciri kesamaan derajat, karena terapis tidak merahasiakan
pengetahuannya atau berusaha untuk menjadikan proses terapeutik sebagai suatu
hal sifatnya bukan mistis dalam rangka proses perubahan yang ada dalam diri
klien.
3.
Teknik-teknik person
centered Therapy
Menurut Rogers (dalam Flanagan & Flanagan, 2004: 183)
konselor harus memiliki tiga sikap dasar dalam memahami dan membantu konseli,
yaitu congruence, unconditional positive regard, dan accurate empathic
understanding.
a. Congruence
Konsep yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil
nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan
konseling. Konselor tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi
perasaan-perasaan secara impulsif terhadap konseli.
b. Unconditional positive regard
Perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau
penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal
yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan
hangat terhadap konseli, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung
perubahan pada konseli.
c. Accurate empathic understanding
Sikap ini merupakan sikap yang krusial, dimana konselor
benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna
mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah
membantu kesadaran konseli terhadap perasaan-perasaan yang dialami.
Rogers percaya bahwa apabila konselor mampu menjangkau dunia
pribadi konseli sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh
konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka
perubahan yang konstruktif akan terjadi
Secara garis besar tekhnik terapi
Client- Centered yakni:
a. Konselor menciptakan suasana
komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi.
b. Konselor menjadi seorang pendengar
yang sabar dan peka, yang menyakinkan konseli dia diterima dan dipahami.
c. Konselor memungkinkan konseli untuk
mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri dan
mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya.
C.
Logo Terapi
(Frankl)
Kata logoterapi berasal dari dua
kata, yaitu “logo” berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti makna atau
meaning dan juga rohani. Adapun kata “terapi” berasal dari bahasa Inggris
“theraphy” yang artinya penggunaan teknik-teknik untuk menyembuhkan dan
mengurangi atau meringankan suatu penyakit. Jadi kata “logoterapi” artinya
penggunaan teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu
penyakit melalui penemuan makna hidup.
Logoterapi bertugas membantu pasien
menemukan makna hidup. Artinya, logoterapi membuat si pasien sadar tentang
adanya logo tersembunyi dalam hidupnya Logos dalam bahasa Yunani selain berarti
makna (meaning) juga berarti rohani (spirituality). Dengan demikian, secara
umum logoterapi dapat digambarkan sebagai corak psikologi yang dilandasi oleh
filsafat hidup dan wawasan mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi
kerohanian, disamping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan (termasuk dimensi
sosial). Namun Frankl menyatakan bahwa spirituality atau keruhanian dalam
logoterapi tidak mengandung konotasi agama, bahkan menyatakan ajaran logoterapi
bersifat sekuler.
Logoterapi mengajarkan bahwa manusia
harus dipandang sebagai kesatuan raga-jiwa-rohani yang tak terpisahkan. Seorang
psikoterapis tidak mungkin dapat memahami dan melakukan terapi secara baik,
bila mengabaikan dimensi rohani yang justru merupakan salah satu sumber
kekuatan dan kesehatan manusia. Selain itu logoterapi memusatkan perhatian pada
kualitas-kualitas insani, seperti hasrat untuk hidup bermakna, hati nurani,
kreativitas, rasa humor dan memanfaatkan kualitas-kualitas itu dalam terapi dan
pengembangan kesehatan mental.
Logoterapi percaya bahwa perjuangan
untuk menemukan makna dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang
tersebut. Oleh sebab itu Viktor Frankl (2004: 159-160) menyebutnya sebagai
keinginan untuk mencari makna hidup, yang sangat berbeda dengan pleasure
principle (prinsip kesenangan atau lazim dikenal dengan keinginan untuk mencari
kesenangan) yang merupakan dasar dari aliran psikoanalisis Freud dan juga
berbeda dengan will to power (keinginan untuk mencari kekuasaan), dasar dari
aliran psikologi.
Adler yang memusatkan perhatian pada
striving for superiority (perjuangan untuk mencari keunggulan). Oleh karena
itu, kenikmatan sekalipun tidak dapat memberi arti kepada hidup manusia. Orang
yang dalam hidupnya terus menerus mencari kenikmatan, akan gagal mendapatkannya
karena ia memusatkannya pada hal-hal tersebut. Orang itu akan mengeluh bahwa
hidupnya tidak mempunyai arti yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitasnya yang
tidak mengandung nilai-nilai yang luhur. Jadi yang penting bukanlah aktivitas
yang dikerjakannya, melainkan bagaimana caranya ia melakukan aktivitas itu,
yaitu sejauh mana ia dapat menyatakan keunikan dirinya dalam aktivitasnya itu.
Pandangan Frankl tentang kesehatan
psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Tentu saja ini
merupakan kerangka, di dalamnya segala sesuatu yang lain diatur. Frankl
berpendapat bahwa manusia harus dapat menemukan makna hidupnya
sendiri dan kemudian setelah menemukan mencoba untuk memenuhinya.
Bagi Frankl setiap kehidupan
mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani.
Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl yang dinamakan
Logoterapi. Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yakni
kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna, dan makna hidup.
1.
Konsep dasar pandangan Frankl tentang perilaku atau
kepribadian
Logoterapi merupakan sebuah aliran psikologi atau psikiatri
modern yang menjadikan makna hidup sebagai tema snetralnya. Aliran ini
dikembangkan oleh seorang dokter ahli neuro-psikiater keturunan Yahudi yaitu
Viktor Emil Frankl.
Pandangan Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan
pentingnya kemauan akan arti. Tentu saja ini merupakan kerangka, di dalamnya
segala sesuatu yang lain diatur. Frankl berpendapat bahwa manusia harus dapat menemukan
makna hidupnya sendiri dan kemudian setelah menemukan mencoba untuk
memenuhinya.
Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna, dan kehidupan
itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah
prinsip utama teori Frankl yang dinamakan Logoterapi.
Logoterapi
memiliki tiga konsep dasar, yakni:
a.
Kebebasan berkeinginan
b.
Keinginan akan makna
c.
Makna hidup.
a.
Kebebasan berkeinginan
Konsep kebebasan berkeinginan (freedom of will), mengacu
pada kebebasan manusia untuk menentukan sikap (freedom to take a stand)
terhadap kondisi-kondisi biologis, psikologi, dan sosiokultural. Kualitas ini
adalah khas insani yang bukan saja merupakan kemampuan untuk mengambil jarak
(to detach) terhadap berbagai kondisi lingkungan, melainkan juga kondisi diri-sendiri
( self-detachment ).
b.
Keinginan akan makna
Konsep keinginan kepada makna (the will to meaning) inilah
menjadi motivasi utama kepribadian manusia (Frankl, 1977). Sebutan the will to
meaning sengaja dibedakan Frankl dengan sebutan the drive to meaning karena
makna dan nilai-nilai hidup tidak mendorong (to push, to drive) tetapi
seakan-akan menarik (to pull) dan menawari (to offer) manusia untuk memenuhi
kenyataan hidup, yang menurutnya pula tidaklah menyediakan keseimbangan tanpa
tegangan, tetapi justru menawarkan suatu tegangan khusus, yaitu tegangan
kenyataan diri pada waktu sekarang dan maknamakna yang harus dipenuhi : Bring
us Meaning. Di antara kedua hal itulah proses pengembangan pribadi berlangsung.
c.
Makna hidup
Hal-hal yang memberikan arti khusus bagi seseorang yang
apabila berhasil dipenuhi, akan menyebabkan kehidupannya dirasakan berarti dan
berharga, sehingga akan menimbulkan penghayatan bahagia (happines).Makna hidup
tidak dapat diberikan oleh siapa pun, tetapi harusdicari dan ditemukan sendiri.
Orang lain hanya dapat menunjukkan hal-hal yag potensial bermakna, akan tetapi
kembali pada orang itu sendiri untuk menentukan apa yang ditanggapinya.
2.
Unsur-unsur Logoterapi (Fankl)
a.
Munculnya Gangguan
1) Neurosis somatogenik, yaitu gangguan
perasaan yang berkaitan dengan ragawi
2) Neurosis psikogenik, yaitu gangguan
perasaan yang berasal dari hambatan-hambatan psikis
3) Neurosis noogenik, yaitu gangguan
neurosis yang disebabkan tidak terpenuhinya hasrat untuk hidup bermakna
b.
Tujuan Terapi
Tujuan utama logoterapi adalah meraih hidup bermakna dan
mampu mengatasi secara efektif berbagai kendala dan hambatan pribadi. Hal ini
diperoleh dengan jalan menyadari dan memahami serta merealisasikan berbagai
potensi sumber daya kerohanian yang dimiliki setiap orang yang sejauh ini
mungkin terhambat dan terabaikan.
Selain itu, logoterapi juga bertujuan untuk menolong pasien
menemukan tujuan dan maksud dalam hidupnya dengan memperlihatkan bernilainya
tanggung jawab dan tugas-tugas tertentu.
c.
Peran Terapis
1) Terapis harus menunjukkan kepada
klien bahwa setiap manusia mempunyai tujuan yang unik yang dapat tercapai
dengan suatu cara tertentu.
2) Terapis berusaha membuat klien
menyadari secara penuh tanggung jawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk
memilih, untuk apa, kepada apa, atau kepada siapa dia harus bertanggung jawab.
3)
Terapis tidak tergoda untuk menghakimi klien-kliennya,
karena dia tidak pernah membiarkan seorang klien melemparkan tanggung jawab
kepada terapis untuk menghakiminya.
3.
Teknik-teknik Logoterapi (Frankl)
Dijelaskan dalam Semiun (2006) teknik-teknik logoterapi
terdiri atas intensi paradoksikal, Derefleksi dan Bimbingan Rohani.
a.
Intensi Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal adalah teknik dimana klien
diajak melakukan sesuatu yang paradoks dengan sikap klien terhadap situasi yang
dialami. Jadi klien diajak mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan
menghindarinya atau melawannya. Teknik ini pada dasarnya bertujuan lebih
daripada perubahan pola-pola tingkah laku. Lebih baik dikatakan suatu
reorientasi eksistensial. Menurut logoterapi disebut antagonisme psikonoetik
yang mengacu pada kapasitas manusia untuk melepaskan atau memisahkan dirinya
tidak hanya dari dunia, tetapi juga dari dirinya sendiri.
b.
Derefleksi
Frankl (dalam Semiun, 2006) percaya, bahwa sebagian besar
persoalan kejiwaan berasal dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri.
Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang
lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik
tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan
perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.
c.
Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan
terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang
tidak dapat terhindarkan, atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya
dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu
didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif
terhadap penderitaanya, dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan
tersebut.
Daftar
Pustaka:
- Corey, G. (1995). Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung : PT. Eresco.
- Winkel, W S. ( 1987 ). Bimbingan
dan praktek konseling dan psikoterapi. Jakarta: PT.
Gramedia.
- Corey, G. ( 2009 ). Teori
dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: Refika
Aditama.
-
Corey, G. (1998). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. PT
Eresco:Anggota IKAPI.
-
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Ebook. Yogyakarta: Kanisius.
http://www/scribd.com/doc/202049864/KONSELING-EKSISTENSIAL-HUMANISTIK-pdf