Sabtu, 16 April 2016

Terapi Humanistik, Person Centered & Logoterapi



Tugas psikometri ii
A.              Terapi Humanistik Eksintensial
Terapi eksistensial humanistik adalah terapi yang sesuai dalam memberikan bantuan kepada klien. Karena teori ini mencakup pengakuan eksistensialisme terhadap kekacauan, keniscayaan, keputusasaan manusia kedalam dunia tempat dia bertanggung jawab atas dirinya.
Menurut Kartini Kartono dalam kamus psikologinya mengatakan bahwa terapi eksistensial humanistik adalah salah satu psikoterapi yang menekankan pengalaman subyektif individual kemauan bebas, serta kemampuan yang ada untuk menentukan satu arah baru dalam hidup.
Konseling Eksistensial Humanistik berfokus pada situasi kehidupan manusia di alam semesta, yang mencakup tanggung jawab pribadi, kecemasan sebagai unsur dasar dalam kehidupan batin. Usaha untuk menemukan makna diri kehidupan manusia, keberadaan dalam komunikasi dengan manusia lain, kematian serta kecenderungan untuk mengembangkan dirinya semaksimal mungkin.

1.      Konsep dasar pandangan Humanistik Eksistensial tentang perilaku atau kepribadian
Terapi Eksistensial humanistik berfokus pada kondisi manusia. Pendekatan ini terutama adalah suatu sikap yang menekankan pada pemahaman atas manusia alih-alih suatu sistem tehnik-tehnik yang digunakan untuk mempengaruhi klien. Eksistensial humanistik berasumsi bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang baik minimal lebih banyak baiknya dari pada buruknya.
Oleh karena itu pendekatan eksistensial-humanistik bukan suatu aliran terapi, tetapi pendekatan yang mencakup terapi -terapi yang berlainan yang kesemuanya berlandaskan konsep - konsep dan asumsi-asumsi tentang manusia.
a.       Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.
b.      Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesadaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya.
c.       Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, kerasingan, dan kesepian.
            Pendekatan eksistensial humanistik mengembalikan pribadi kepada fokus sentral, memberikan gambaran tentang manusia pada tarafnya yang tertinggi. Ia menunjukkan bahwa manusia selalu ada dalam proses pemenjadian dan bahwa manusia secara sinambung mengaktualkan dan memenuhi potensinya. Pendekatan eksistensial humanistik secara tajam berfokus pada fakta-fakta utama keberadaan manusia, kesadaran diri, dan kebebasan yang konsisten.
Menurut teori dari Albert Ellis yang berhubungan dengan eksistensi manusia. Ia menyatakan bahwa manusia bukanlah makhluk yang sepenuhnya ditentukan secara biologis dan didorong oleh naluri-naluri. Ia melihat sebagai individu sebagai unik dan memiliki kekuatan untuk menghadapi keterbatasan-keterbatasan untuk merubah pandangan-pandangan dan nilai-nilai dasar dan untuk mengatasi kecenderungan-kecenderungan menolak diri-sendiri.
Manusia mempunyai kesanggupan untuk mengkonfrontasikan sistem-sistem nilainya sendiri dan menindoktrinasi diri dengan keyakinan-keyakinan, gagasan-gagasan dan nilai yang berbeda, sehingga akibatnya, mereka akan bertingkah laku yang berbeda dengan cara mereka bertingkah laku dimasa lalu. Jadi karena berfikir dan bertindak sampai                                                  menjadikan dirinya bertambah, mereka bukan korban-korban pengondisian masa lalu yang positif.
Berdasar pendapat Ellis diatas, maka dapat diambil pengertian, bahwa setiap individu mempunyai kemampuan untuk merubah dirinya dari hal-hal yang diterimanya. Manusia mempunyai kesanggupan untuk mempertahankan perasaannya sendiri dan dapat memberikan ajaran kembali kepada dirinya melalui keyakinan, pendapat, dan hal-hal yang penting lainnya. Disini pendekatan eksistensial humanistik adalah mengembalikan potensi-potensi diri manusia kepada fitrahnya.
Pengembangan potensi ini pada dasarnya untuk mengaktualisasikan diri klien dan memberikan kebebasan klien untuk menentukan nasibnya sendiri dan menanamkan pengertian bahwa manusia pada fitrahnya bukanlah hasil pengondisian atau terciptanya bukan karena kebetulan. Manusia memiliki fitrah dan potensi yang perlu dikembangkan.

2.      Unsur-Unsur Terapi Humanistik Eksistensial
a.       Munculnya Masalah atau Gangguan
Ketika kondisi inti manusia mulai berubah, serta serta munculnya kecemasan dan timbul pemikiran bahwa hidup tidak abadi, tidak dapat mengaktualisasi potensi diri dan tidak dapat menyadari potensi diri yang dimiliki.



b.      Tujuan Terapi
1) Agar klien mengalami keberadaannya secara otentik dengan menjadi dasar atas keberadaan dan potensi-potensi serta sadar bahwa ia dapat membuka diri dan bertindak berdasarkan kemampuannya.
2)Meluaskan kesadaran diri klien dan meningkatkan kesanggupan pilihannya, yakni menjadi bebas dan bertanggung jawab atas arah hidupnya.
3) Membantu klien agar mampu menghadapi kecemasan sehubungan dengan tindakan memilih diri dan menerima kenyataan bahwa dirinya lebih dari sekedar korban kekuatan-kekuatan deterministik diluar dirinya.

c.       Peran Terapis
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikologi humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut:
1)       Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi. 
2)      Menyadari peran dari tanggung jawab terapis.
3)      Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
4)      Berorientasi pada pertumbuhan.
5)      Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi.
6)      Mengakui bahwa putusan dan pilihan akhir terletak di tangan klien.
7)      Memandang terapis sebagai model, dalam arti bahwa terapis dengan gaya hidup dan pandangan humanistiknya tentang manusia secara implisit menunjukkan kepada klien potensi bagi tindakan kreatif dan positif.
8)      Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandangan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
9)      Bekerja ke arah mengurangi ketergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

3.      Teknik-teknik Terapi Humanistik Esistensial
Teknik utama eksistensial humanistik pada dasarnya adalah penggunaan pribadi konselor dan hubungan konselor-konseli sebagai kondisi perubahan.
Namun eksistensial humanistik juga merekomendasikan beberapa teknik (pendekatan) khusus seperti menghayati keberadaan dunia obyektif dan subyektif klien, pengalaman pertumbuhan simbolik (suatu bentuk interpretasi dan pengakuan dasar tentang dimensi-dimensi simbolik dari pengalaman yang mengarahkan pada kesadaran yang lebih tinggi, pengungkapan makna, dan pertumbuhan pribadi).
Pada saat terapis menemukan keseluruhan dari diri klien, maka saat itulah proses terapeutik berada pada saat yang terbaik. Penemuan kreatifitas diri terapis muncul dari ikatan saling percaya dan kerjasama yang bermakna dari klien dan terapis. Proses konseling oleh para eksistensial meliputi tiga tahap yaitu:
a. Tahap pertama, konselor membantu klien dalam mengidentifikasi dan mengklarifikasi asumsi mereka terhadap dunia. Klien diajak mendefinisikan cara pandang agar eksistensi mereka diterima. Konselor mengajarkan mereka bercermin pada eksistensi mereka dan meneliti peran mereka dalam hal penciptaan masalah dalam kehidupan mereka.
b. Pada tahap kedua, klien didorong agar bersemangat untuk lebih dalam meneliti sumber dan otoritas dari system mereka. Semangat ini akan memberikan klien pemahaman baru dan restrukturisasi nilai dan sikap mereka untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan dianggap pantas.
c. Tahap ketiga berfokus pada untuk bisa melaksanakan apa yang telah mereka  pelajari tentang diri mereka. Klien didorong untuk mengaplikasikan nilai barunya  dengan jalan yang kongkrit. Klien biasanya akan menemukan kekuatan untuk menjalani eksistensi kehidupanya yang memiliki tujuan. Dalam perspektif eksistensial, teknik sendiri dipandang alat untuk membuat klien sadar akan pilihan mereka, serta bertanggungjawab atas penggunaaan kebebasan pribadinya.
Teori eksistensial-hunianistik tidak memiliki teknik-teknik yang ditentukan secara ketat. Prosedur-prosedur konseling bisa diambil dari beberapa teori konseling lainnya. Metode-metode yang berasal dari teori Gestalt dan Analisis Transaksional sering digunakan, dan sejumlah prinsip dan prosedur psikoanalisis bisa diintegrasikan ke dalam teori eksistensial-humanistik. Buku The Search for “Authenticity (1965) dari Bugental adalah sebuah karya lengkap yang mengemukakan konsep-konsep dan prosedur-prosedur psikokonseling eksistensial yang berlandaskan model psikoanalitik.
Sesuatu yang paling dipedulikan oleh konselor eksistensial adalah memahami dunia subyektif si klien agar bisa menolongnya untuk bisa sampai padapemahaman dan pilihan-pilihan baru. Fokusnya adalah pada situasi hidup klien pada saat itu, dan bukan pada menolong klien agar bisa sembuh darisituasi masa lalu (May &Yalom, 1989).
Teknik-teknik yang digunakan dalam konseling eksistensial-humanistik,yaitu:
a.       Penerimaan
b.      Rasa hormat
c.       Memahami
d.      Menentramkan
e.       Memberi dorongan
f.       Pertanyaan terbatas
g.      Memantulkan pernyataan dan perasaan klien
h.      Menunjukan sikap yang mencerminkan ikut mersakan apa yang dirasakan klien
i.        Bersikap mengijinkan untuk apa saja yang bermakna

B.             Person Centered Therapy (Carl Rogers)
Carl  R. Rogers mengembangkan terapi clien centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan- keterbatasan mendasar dari psikoanalisis. Pada hakikatnya, pendekatan client centererd adalah cabang dari terapi humanistik yang menggaris bawahi tindakan mengalami klien berikut dunia subjektif dan fenomenalnya.
Pendekatan client centered ini menaruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan klien untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Menurut Rogers yang dikutip oleh Gerald Corey menyebutkan bahwa:’ terapi client centered merupakan tekhnik konseling dimana yang paling berperan adalah klien sendiri, klien dibiarkan untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap masalah yang tengah mereka hadapi. Hal ini memberikan pengertian bahwa klien dipandang sebagai partner  dan konselor hanya sebagai pendorong dan pencipta situasi yang memungkinkan klien untuk bisa berkembang sendiri.
Sedangkan menurut Prayitno dan Erman Amti  terapi client centered adalah klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaan dan pikiran- pikirannya secara bebas.  Pendekatan ini juga mengatakan bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasinya maslah sendiri.
Jadi terapi client centered adalah terapi yang berpusat pada diri klien, yang mana seorang konselor hanya memberikan terapi serta mengawasi klien pada saat mendapatkan pemberian terapi tersebut agar klien dapat berkembang atau keluar dari masalah yang dihadapinya.
1.      Konsep dasar pandangan Carl-Rogers tentang perilaku atau kepribadian
Kepribadian menurut Rogers merupakan hasil dari interaksi yang terus-menerus antara organism, self, dan medan fenomenal. Untuk memahami perkembangan kepribadian perlu dibahas tentang dinamika kepribadian sebagai berikut:
a.       Kecenderungan Mengaktualisasi
Rogers beranggapan bahwa organism manusia adalah unik dan memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur, mengontrol dirinya dan mengembangkan potensinya.
b.      Penghargaan Positif Dari Orang Lain
Self berkembang dari interaksi yang dilakukan organism dengan realitas lingkungannya, dan hasil interaksi ini menjadi pengalaman bagi individu. Lingkungan sosial yang sangat berpengaruh adalah orang- orang yang bermakna baginya, seperti orang tua atau terdekat lainnya. Seseorang akan berkembang secara positif jika dalam berinteraksi itu mendapatkan penghargaan, penerimaan, dan cinta dari orang lain.
c.       Person yang Berfungsi Utuh
Individu yang terpenuhi kebutuhannya, yaitu memperoleh penghargaan positif tanpa syarat dan mengalami penghargaan diri, akan dapat mencapai kondisi yang kongruensi antara self dan pengalamannya, pada akhirnya dia akan dapat mencapai penyesuaian psikologis secara baik.
Rogers membagi Kepribadian menjadi dua bagian, yaitu :
a.       Karakteristik Pribadi Sehat
Pribadi yang sehat menurut konseling berpusat pada person (Person Centered) adalah:
1)      Kapasitas untuk memberikan toleransi pada apapun dansiapapun.
2)      Menerima dengan senang hati hadirnya ketidakpastian dalamhidup.
3)      Mau menerima diri sendiri dan orang lain.
4)      Spontanitas dan Kreatif.
5)      Kebutuhan untuk tidak dicampuri orang lain dan menyendiri(privacy).
6)      Otonomi; kapasitas untuk menjalin hubungan antar pribad yang mendalam dan akrab.
7)      Mempunyai kepedulian yang tulus pada orang lain.
8)      Mempunyai rasa humor.
9)      Terarah dalam diri sendiri.
10)  Mempunyai sikap terbuka dalam hidup

b.      Karakteristik Pribadi yang Tidak sehat
Karakteristik Pribadi yang Menyimpang menurut Person Centered adalah:
1)      Adanya ketidaksesuaian antara persepsi diri dan pengalamannyayang riil.
2)      Adanya ketidaksesuaian antara bagaimana dia melihat dirinya(self concept) dan kenyataan atau kemampuannya

2.      Unsur-unsur Person Centered Therapy(Carl-Rogers)
a.       Munculnya Masalah atau Gangguan
Orang-orang memiliki kencenderungan dasar yang mendorong mereka ke arah pertumbuhan dan pemenuhan diri. Gangguan-gangguan psikologis pada umumnya terjadi karena orang lain menghambat individu dalam perjalanan menuju kepada aktualisasi diri.
b.      Tujuan Terapi
Menciptakan iklim yang kondusif bagi usaha membatu klien untuk menjadi seorang pribadi yang berfungsi penuh.
c.       Peran Terapis
Membantu menyesuaikan konsep diri klien dengan seluruh pengalamannya agar pengalaman tersebut tidak dialami sebagai ancaman terhadap konsep dirinya, tetapi sebagai sesuatu yang dapat diintergrasikan dalam sebuah konsep diri yang luas. Beberapa peran yang harus dilakukan oleh seorang terapis person centered:
1)      Ada dua orang dalam kontak psikologis
2)      Orang pertama disebut klien, orang yang mengalami inkongruensi.
3)      Orang kedua, disebut konselor, adalah orang yang kongruen yang dapat mengaktualisasikan dirinya.
4)      Terapis memberikan perhatian positif (unconditional positive regard) dan peduli terhadap klien.
5)      Terapis mengalami pemahaman empatik terhadap ukuran internal klien untuk membentuk sikap atau keputusan dan usaha untuk mengomunikasikannya dengan klien.
6)      Komunikasi klien kepada konselor yang berupa pemahaman empatik dan penghargaan positif tanpa syarat adalah dalam rangka pencapaian derajat minimal.
Dalam perspektif Rogers hubungan klien berciri kesamaan derajat, karena terapis tidak merahasiakan pengetahuannya atau berusaha untuk menjadikan proses terapeutik sebagai suatu hal sifatnya bukan mistis dalam rangka proses perubahan yang ada dalam diri klien.

3.      Teknik-teknik person centered Therapy

Menurut Rogers (dalam Flanagan & Flanagan, 2004: 183) konselor harus memiliki tiga sikap dasar dalam memahami dan membantu konseli, yaitu congruence, unconditional positive regard, dan accurate empathic understanding.
a.       Congruence
Konsep yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling. Konselor tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsif terhadap konseli.
b.      Unconditional positive regard
Perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan, perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli.
c.       Accurate empathic understanding
Sikap ini merupakan sikap yang krusial, dimana konselor benar-benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu kesadaran konseli terhadap perasaan-perasaan yang dialami.
Rogers percaya bahwa apabila konselor mampu menjangkau dunia pribadi konseli sebagaimana dunia pribadi itu diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi
Secara garis besar tekhnik terapi Client- Centered yakni:
a.       Konselor menciptakan suasana komunikasi antar pribadi yang merealisasikan segala kondisi.
b.      Konselor menjadi seorang pendengar yang sabar dan peka, yang menyakinkan konseli dia diterima dan dipahami.
c.       Konselor memungkinkan konseli untuk mengungkapkan seluruh perasaannya secara jujur, lebih memahami diri sendiri dan mengembangkan suatu tujuan perubahan dalam diri sendiri dan perilakunya.

C.               Logo Terapi (Frankl)

Kata logoterapi berasal dari dua kata, yaitu “logo” berasal dari bahasa Yunani “logos” yang berarti makna atau meaning dan juga rohani. Adapun kata “terapi” berasal dari bahasa Inggris “theraphy” yang artinya penggunaan teknik-teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit. Jadi kata “logoterapi” artinya penggunaan teknik untuk menyembuhkan dan mengurangi atau meringankan suatu penyakit melalui penemuan makna hidup.
Logoterapi bertugas membantu pasien menemukan makna hidup. Artinya, logoterapi membuat si pasien sadar tentang adanya logo tersembunyi dalam hidupnya Logos dalam bahasa Yunani selain berarti makna (meaning) juga berarti rohani (spirituality). Dengan demikian, secara umum logoterapi dapat digambarkan sebagai corak psikologi yang dilandasi oleh filsafat hidup dan wawasan mengenai manusia yang mengakui adanya dimensi kerohanian, disamping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan (termasuk dimensi sosial). Namun Frankl menyatakan bahwa spirituality atau keruhanian dalam logoterapi tidak mengandung konotasi agama, bahkan menyatakan ajaran logoterapi bersifat sekuler.
Logoterapi mengajarkan bahwa manusia harus dipandang sebagai kesatuan raga-jiwa-rohani yang tak terpisahkan. Seorang psikoterapis tidak mungkin dapat memahami dan melakukan terapi secara baik, bila mengabaikan dimensi rohani yang justru merupakan salah satu sumber kekuatan dan kesehatan manusia. Selain itu logoterapi memusatkan perhatian pada kualitas-kualitas insani, seperti hasrat untuk hidup bermakna, hati nurani, kreativitas, rasa humor dan memanfaatkan kualitas-kualitas itu dalam terapi dan pengembangan  kesehatan mental. 
Logoterapi percaya bahwa perjuangan untuk menemukan makna dalam hidup seseorang merupakan motivator utama orang tersebut. Oleh sebab itu Viktor Frankl (2004: 159-160) menyebutnya sebagai keinginan untuk mencari makna hidup, yang sangat berbeda dengan pleasure principle (prinsip kesenangan atau lazim dikenal dengan keinginan untuk mencari kesenangan) yang merupakan dasar dari aliran psikoanalisis Freud dan juga berbeda dengan will to power (keinginan untuk mencari kekuasaan), dasar dari aliran psikologi.
Adler yang memusatkan perhatian pada striving for superiority (perjuangan untuk mencari keunggulan). Oleh karena itu, kenikmatan sekalipun tidak dapat memberi arti kepada hidup manusia. Orang yang dalam hidupnya terus menerus mencari kenikmatan, akan gagal mendapatkannya karena ia memusatkannya pada hal-hal tersebut. Orang itu akan mengeluh bahwa hidupnya tidak mempunyai arti yang disebabkan oleh aktivitas-aktivitasnya yang tidak mengandung nilai-nilai yang luhur. Jadi yang penting bukanlah aktivitas yang dikerjakannya, melainkan bagaimana caranya ia melakukan aktivitas itu, yaitu sejauh mana ia dapat menyatakan keunikan dirinya dalam aktivitasnya itu.
Pandangan Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Tentu saja ini merupakan kerangka, di dalamnya segala sesuatu yang lain diatur. Frankl berpendapat bahwa manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan kemudian setelah menemukan mencoba untuk memenuhinya. 
Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl yang dinamakan Logoterapi. Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yakni kebebasan berkeinginan, keinginan akan makna, dan makna hidup.

1.      Konsep dasar pandangan Frankl tentang perilaku atau kepribadian

Logoterapi merupakan sebuah aliran psikologi atau psikiatri modern yang menjadikan makna hidup sebagai tema snetralnya. Aliran ini dikembangkan oleh seorang dokter ahli neuro-psikiater keturunan Yahudi yaitu Viktor Emil Frankl.
Pandangan Frankl tentang kesehatan psikologis menekankan pentingnya kemauan akan arti. Tentu saja ini merupakan kerangka, di dalamnya segala sesuatu yang lain diatur. Frankl berpendapat bahwa manusia harus dapat menemukan makna hidupnya sendiri dan kemudian setelah menemukan mencoba untuk memenuhinya.
Bagi Frankl setiap kehidupan mempunyai makna, dan kehidupan itu adalah suatu tugas yang harus dijalani. Mencari makna dalam hidup inilah prinsip utama teori Frankl yang dinamakan Logoterapi.

Logoterapi memiliki tiga konsep dasar, yakni:
a. Kebebasan berkeinginan
b. Keinginan akan makna
c. Makna hidup.

a.       Kebebasan berkeinginan
Konsep kebebasan berkeinginan (freedom of will), mengacu pada kebebasan manusia untuk menentukan sikap (freedom to take a stand) terhadap kondisi-kondisi biologis, psikologi, dan sosiokultural. Kualitas ini adalah khas insani yang bukan saja merupakan kemampuan untuk mengambil jarak (to detach) terhadap berbagai kondisi lingkungan, melainkan juga kondisi diri-sendiri ( self-detachment ).

b.      Keinginan akan makna
Konsep keinginan kepada makna (the will to meaning) inilah menjadi motivasi utama kepribadian manusia (Frankl, 1977). Sebutan the will to meaning sengaja dibedakan Frankl dengan sebutan the drive to meaning karena makna dan nilai-nilai hidup tidak mendorong (to push, to drive) tetapi seakan-akan menarik (to pull) dan menawari (to offer) manusia untuk memenuhi kenyataan hidup, yang menurutnya pula tidaklah menyediakan keseimbangan tanpa tegangan, tetapi justru menawarkan suatu tegangan khusus, yaitu tegangan kenyataan diri pada waktu sekarang dan maknamakna yang harus dipenuhi : Bring us Meaning. Di antara kedua hal itulah proses pengembangan pribadi berlangsung.

c.       Makna hidup
Hal-hal yang memberikan arti khusus bagi seseorang yang apabila berhasil dipenuhi, akan menyebabkan kehidupannya dirasakan berarti dan berharga, sehingga akan menimbulkan penghayatan bahagia (happines).Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapa pun, tetapi harusdicari dan ditemukan sendiri. Orang lain hanya dapat menunjukkan hal-hal yag potensial bermakna, akan tetapi kembali pada orang itu sendiri untuk menentukan apa yang ditanggapinya.

2.      Unsur-unsur Logoterapi (Fankl)

a.       Munculnya Gangguan

1)      Neurosis somatogenik, yaitu gangguan perasaan yang berkaitan dengan ragawi
2)      Neurosis psikogenik, yaitu gangguan perasaan yang berasal dari hambatan-hambatan psikis
3)      Neurosis noogenik, yaitu gangguan neurosis yang disebabkan tidak terpenuhinya hasrat untuk hidup bermakna

b.      Tujuan Terapi
Tujuan utama logoterapi adalah meraih hidup bermakna dan mampu mengatasi secara efektif berbagai kendala dan hambatan pribadi. Hal ini diperoleh dengan jalan menyadari dan memahami serta merealisasikan berbagai potensi sumber daya kerohanian yang dimiliki setiap orang yang sejauh ini mungkin terhambat dan terabaikan.
Selain itu, logoterapi juga bertujuan untuk menolong pasien menemukan tujuan dan maksud dalam hidupnya dengan memperlihatkan bernilainya tanggung jawab dan tugas-tugas tertentu.

c.       Peran Terapis
1)      Terapis harus menunjukkan kepada klien bahwa setiap manusia mempunyai tujuan yang unik yang dapat tercapai dengan suatu cara tertentu.
2)      Terapis berusaha membuat klien menyadari secara penuh tanggung jawab dirinya dan memberinya kesempatan untuk memilih, untuk apa, kepada apa, atau kepada siapa dia harus bertanggung jawab.
3)      Terapis tidak tergoda untuk menghakimi klien-kliennya, karena dia tidak pernah membiarkan seorang klien melemparkan tanggung jawab kepada terapis untuk menghakiminya.

3.      Teknik-teknik Logoterapi (Frankl)

Dijelaskan dalam Semiun (2006) teknik-teknik logoterapi terdiri atas intensi paradoksikal, Derefleksi dan Bimbingan Rohani.

a.       Intensi Paradoksikal
Teknik intensi paradoksikal adalah teknik dimana klien diajak melakukan sesuatu yang paradoks dengan sikap klien terhadap situasi yang dialami. Jadi klien diajak mendekati dan mengejek sesuatu (gejala) dan bukan menghindarinya atau melawannya. Teknik ini pada dasarnya bertujuan lebih daripada perubahan pola-pola tingkah laku. Lebih baik dikatakan suatu reorientasi eksistensial. Menurut logoterapi disebut antagonisme psikonoetik yang mengacu pada kapasitas manusia untuk melepaskan atau memisahkan dirinya tidak hanya dari dunia, tetapi juga dari dirinya sendiri.

b.      Derefleksi
Frankl (dalam Semiun, 2006) percaya, bahwa sebagian besar persoalan kejiwaan berasal dari perhatian yang terlalu fokus pada diri sendiri. Dengan mengalihkan perhatian dari diri sendiri dan mengarahkannya pada orang lain, persoalan-persoalan itu akan hilang dengan sendirinya. Dengan teknik tersebut, klien diberi kemungkinan untuk mengabaikan neurosisnya dan memusatkan perhatian pada sesuatu yang terlepas dari dirinya.

c.       Bimbingan Rohani
Bimbingan rohani adalah metode yang khusus digunakan terhadap pada penanganan kasus dimana individu berada pada penderitaan yang tidak dapat terhindarkan, atau dalam suatu keadaan yang tidak dapat dirubahnya dan tidak mampu lagi berbuat selain menghadapinya. Pada metode ini, individu didorong untuk merealisasikan nilai bersikap dengan menunjukkan sikap positif terhadap penderitaanya, dalam rangka menemukan makna di balik penderitaan tersebut.











Daftar Pustaka:
- Corey, G. (1995).  Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.  Bandung   : PT. Eresco.
- Winkel, W S. ( 1987 ). Bimbingan dan praktek konseling dan psikoterapi.     Jakarta: PT. Gramedia.
- Corey, G. ( 2009 ).  Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi.     Bandung: Refika Aditama.
- Corey, G. (1998). Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. PT Eresco:Anggota IKAPI.
- Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 3. Ebook. Yogyakarta: Kanisius.

http://www/scribd.com/doc/202049864/KONSELING-EKSISTENSIAL-HUMANISTIK-pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar